the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 11 Maret 2012

Perdagangan Burung yang Dilematis


 “Aduh sayang, jangan difoto sayang.. !” kata seorang ibu dibalik sangkar Tyto alba. Salah seorang bapak yang di sebelahnya juga menggelengkan kepala tanda tidak setuju saat saya hendak memotret burung malang itu. Ya, Pasar Burung Splendid, Malang, menjadi objek belajar indentifikasi burung yang menarik, sekaligus banyak fakta menyedihkan di balik muramnya sangkar burung.
Sendiri di pojok - Munguk Loreng (Sitta azurea)

Indah di alam - Paok Pancawarna (Pitta guajana)
Tangkapan dari Bromo- Celepuk Reban (Otus lempiji)












Burung-burung migran dari asia timur ini tidak akan bisa pulang lagi - Kancilan Emas (Pachycephala pectoralis) dan Anis Sibera (Betina dan Jantan,  Zoothera sibrica ).









Kegiatan Identifikasi, sekaligus (mungkin) dicurigai sebagai kegiatan organisasi pelindung fauna yang akan merenggut mata pencaharian para pedagang burung.

Jika diadakan penelitian, mungkin 80 atau 90% keberadaah burung di pasar burung Splendid, Malang, adalah hasil tangkapan ilegal. Suatu hal yang membuat trenyuh. Seperti ibu-ibu yang telah melarang saya untuk memotret, demikian pula terdapat ratusan, atau bahkan ribuan orang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun tanpa mereka sadari, pusaka Indonesia turut dijual, baik di antara orang-orang Indonesia sendiri, atau pasar Internasional.
Ada permintaan, ada barang. Ada kebutuhan, tentu ada jalan untuk memenuhinya. Harus ada solusi untuk memutus rantai yang rumit ini. Suatu solusi yang memberikan kehidupan layak bagi masyarakat Indonesia, sekaligus menjaga Tanah Air yang kaya ini.