the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 17 Februari 2013

Proyeknya Gusti Allah

...Pracoyo'o.. Pracoyo'o.. mung Pracoyo'o...

      Sejenak, ada kata-kata sederhana dari kidung Pujian Jawa yang selalu terngiang-ngiang. Artinya, kurang lebih : percayalah, percayalah.. hanya percayalah.. He... memang rasanya, kata-kata itu mudah diungkapkan, tapi susah sekali untuk dilakukan. Maksudnya tentu saja percaya kepada pada Tuhan saja untuk segala urusan tetek bengek hidup. Weleh, anda tanya saya? tentu saja belum bisa... tapi dengan hanya (sekali lagi 'hanya') bermodalkan itu, maka saya dapat segalanya yang saya perlukan gratis.. ra percoyo?
       Ketika saya di-dok lulus pada tanggal 16 Januari lalu, seperti film FTV, pikiran saya kembali melayang-layang jauh ke belakang. Dulunya, saya ga mau kuliah di kampus Brawijaya ini. Kenapa? kecewa, jelas! Lha wong saya pengen kuliah di ITB kok, malah di sini. Bagi saya, kampus di dunia ini cuma 1 : ITB, lainnya ngga. SNMPTN ndak lulus, saya ngulang tahun depan.. begitu kira-kira kerasnya hati berkata. Tapi kata ibuk saya :" coba dulu, jalani saja..." 
      Setelah beberapa minggu di Kampus ini, wheleh bukan e krasan, malah beberapa kali saya mbolos mata kuliah. Selain itu, ketika saya baru saja balik ke Malang hari Minggu, eh hari Jumat berikutnya sudah njeblus di Kalibaru, kampung saya lagi. Kalo ditanya : "kok muleh, le?" Jawab saya ketus : "ra papa!" wih, jan saya pada waktu itu nuakal-nakal e... padahal Malang-Kalibaru itu cukup lama, sekitar 7 jam perjalanan kalau sangat-sangat-sangat lancar.
       Hingga suatu saat, ketika saya makan di salah satu warung di jl. kertorejo... eh tiba-tiba telpon bunyi. Hari itu adalah hari senin, tepat ketika saya merencanakan bolos Bhs. Inggris (hehe). Oh, ternyata ibuk. Dari seberang mulai dengan pertanyaan "lagi opo, le?", dll. Namun, saya kaget ketika dia berkata : "le, coba tebak ibuk sekarang ada di mana? ibuk sama bapak ada di Kampus ITB." Wheleh, ngopo wong 2 kok nang ITB. Belum sempat tanya, mereka dengan tanpa beban berkata : yo.. Bapak-ibuk pengen anak e tetep kuliah le, jadi ibuk-bapak rela pergi ke kampus ITB, untuk mencarikan tempat buat Agung, tapi katanya semua jalur ujian atau mandiri wes tutup, untuk sementara kamu kuliah dulu ya le, nanti tak coba ngurus lagi.. ra papa toh le?" 
     Deg! jantung saya seakan berantakan. Saya... benar-benar ndak nyangka mereka rela mengorbankan banyak hal, hanya untuk anak. Setelah menyelesaikan telpon-menelpon, saya segera pergi ke kampus (meski telat), dan mulai saat itu, kejadian itu membuat saya menjalani hidup berkuliah dengan penuh harap. Untuk orang tua? yupp, tapi lebih lagi untuk Tuhan, karena Ia sudah membuka tutup hati saya yang ulet-nya seperti rempelo itu. Apakah semuanya lancar? wohoo... jangan salah, namanya ilmu biologi di dunia ini sama. Tapi ketika Tuhan, yang menyetir hidup saya dengan dunia per-burung-an, hidup saya jadi agak nyleneh
      Saya mulai kenal dunia ini yang tidak secupet laporan-laporan, saya mulai kenal kenyataan yang lebih besar daripada ruang kuliah. Tapi, kasihan... banyak yang tidak dapat melihatnya. Bukan artinya, saya rasis dengan membenci minat lain, seperti molekuler, fisiologi, dan mikro. Namun, yang saya miris adalah mereka jadi seperti robot! bergerak kaku, dan seakan hidupnya dapat ditebak. Banyak diantara mereka tidak mencintai ilmunya, tapi hanya untuk IP saja mereka kuliah. Bahkan, ada yang mengaku kalau mereka sebenarnya tidak suka biologi, amboi.. miris saudara-saudara. 
      Ketika saya masih ingat, duduk berdua dengan dosen PA mendiskusikan MK yang akan diambil di smt. 7, beliau berkata: apa kamu mau ambil skripsi? karena SKS mu sudah cukup, dan jika kamu tak lulus, SPP mu akan terus naik.. Jawab saya:" baik pak", hampir tanpa pikiran apapun, dan nyatanya ketika dijalani, hampir semuanya lancar... mulus, karena bandha pracoyo itu. Lhah, saya juga masih ingat, ketika tidak punya uang untuk biaya skripsi, dan ujian kompre... saya mulai melihat barang-barang saya : apa yang harus dijual? dan bukan hanya itu, ketika disambati teman untuk pinjam uang, juga di waktu yang berbarengan, saya tidak kuasa menolak. Seakan akibat bandha pracoyo itu, mulai ada suara-suara gaib dalam hati : "Dhuwitmu ra ana ta? kowe ngedol barangmu, trus dhuwitmu durung dibalekke? aja kok tagih kancamu, ning Aku bakal mbalekke, karo 'bonus' pracayamu kuwi..."
       Hasilnya, bukan hanya uang itu kembali di saat yang pas, tepat, seperti film-film sinetron.. melainkan juga setiap yang saya kerjakan berhasil. Semester 7 saya tinggal untuk merampungkan tulisan saya tentang burung-burung di Kampus Brawijaya, padahal saya juga menanggung skripsi saya dan beberapa mata kuliah yang masih jadi tanggung jawab. Bukan hanya itu, bandha pracoyo membuat saya lebih sering nyuluh kodok, memotret kupu-kupu, hanya agar biodiversitas titipan Illahi ini tidak bablas, sia-sia... Banyak teman atau kenalan berkata: "itu kan karena Agung sudah pinter". Whatever laah, tapi saya hampir dipastikan saya tidak seperti apa yang mereka bayangkan.  Dan apa jawaban Tuhan? Mungkin seperti ini: "Nyoh le, kowe takwenehi lulus, ora mung 3,5 tahun, ning kowe uga lulus berpredikat : dengan pujian. Anggep wae DP, kowe melu proyek gedhe-Ku.", dan dalam hati saya, saya cuma sanggup berkata : "nggih Gusti..."

Senin, 04 Februari 2013

Si Karat yang bikin Berat

  Entah mimpi apa saya pada akhir bulan januari lalu, ketika saya pada paginya, 1 Pebruari 2013 tiba-tiba kesusupan barang alus, berupa niatan pergi birding. Hngg.. biasanya, jam 8 pagi itu masih jadwalnya membalikkan tubuh di kasur ke arah kiri, hehehe.. :D
  Seperti sudah saya posting sebelumnya, saya tinggal di Kalibaru, sebuah kecamatan perkebunan yang ada di tepi barat Kabupaten Banyuwangi. Spesies yang saya pernah temui sih... tidak terlalu membuat saya gulung-koming kesenangan. Mungkin penemuan yang sedikit wah adalah Serindit Jawa di perkebunan Sengon Laut (Malangsari), atau Julang Emas (petak 14). Selebihnya adalah spesies-spesies alay yang minta difoto.
   Perjalanan ini dimulai dengan berat, karena tanpa sepengetahuan saya, jalur track di sepanjang perkebunan PTPN XII ke arah wonorejo... dibabati. Asem, panas tenan wooi... biasanya, begitu banyak pohon peneduh di pinggir jalan, namun sekarang jadi glondongan kayu yang diangkut dengan truk-truk berat. Tanaman kakao yang biasanya melimpah-ruah, eh sudah tidak ada. Malah tanahnya diratakan dengan bulldozer. Waduh, mau ketemu apa hari ini?
   Tapi tidak apa, saya bulatkan tekad, terus menapakkan kaki ke utara sambil memotret beberapa spesies alay (sampai-sampai dikira wartawan cuy!). Akhirnya, lelah berjalan, saya beristirahat di pinggir kebun tebu... Sedikit mbrasak, saya menemukan kali yang lumayan besar. Rasa dahaga seakan membuat saya ingin njebur sambil minum sebanyak-banyaknya, tapi ndak usah wes.. karena baru saja melihat beberapa petani keluar dari sungai.. siapa tahu sungai ini sudah tercemar feses merekaaaa? akh..
   Perjalanan dilanjut di tengah teriknya matahari, dan disinilah adegan drama terjadi... Dengan sedikit silau, saya melihat titik kecil berputar-putar di arah barat, mungkin sedikit di atas Pegunungan Mrawan. Setelah saya coba memotret titik jauh itu, lalu saya besarkan, hm.. pertama, ini Elang sp. Wow, mereka ternya berdua.. lalu saya potret keduanya, dan saya perbesar.. hm.. ini bukan Elang Ular Bido, sangat silent dan berwarna putih.. pengaruh cahaya, atau... entahlah. Saya coba menyimpannya dalam hati, karena keduanya sudah terlihat menghilang di balik awan. 
    Lalu, setelah beberapa ratus meter saat saya masuk ke dalam sisa-sisa tanaman kakao yang masih ada, saya terkaget-kaget karena mereka tiba-tiba datang.. dan kali ini jelas sekali. Bukan berdua, tapi bertiga! Keduanya masih cukup jauh untuk 300 mm, namun salah satunya terbang cukup rendah. Nah ini segera menjadi sasaran ceprat-cepreet.. Wow, semakin jelas, ini elang baru.. saya langsung curiga ini adalah Sikep Madu Asia versi terang.. hum, tapi ini warna putih broo... bukan-bukan.. ada garis mata gelap, ini osprey (Elang Tiram).. ! eh, saya ada di 800 dpl, jauh dari laut.. kongslet tenan otakku? akhirnya, hingga pulang saya ndak tahu ini jenis apa.. apes, saya lupa fieldguide, malah internet di rumah mati (maklum, kampung cuy). 
   Setelah beberapa hari, hasil foto diupload, dan dengan bantuan master-master RAIN, langsung teridentifikasi : Elang Perut Karat (Hieraaetus kienerii), alias Rufous-bellied Eagle. Suatu penemuan yang cukup bikin saya gulung-koming, secara.. di Kalibaru gitu... perkebunan banyak manusia. :D 

Selamat datang bapak, ibuk, dek Elang Perut Karat... Semoga masih ada kalau saya kesana :D  
Kontak pertama di atas lereng Mrawan
Tanpa diduga, dua ekor nampak soaring di atas kebun kakao
Berbagai jenis pose juv. Si Karat ini
Suatu manuver bertiga dalam satu frame : mengagumkan!