the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 08 Desember 2013

Balada Sandal Jepit Bandealit: Gusti kuwi Maha Pirsa!

   Begitu menyadari Elang Jawa ditemukan di Bukit Sodung, area kekuasaan Desa Bandealit, Kepatihan Ambulu, Kerajaan Meru Betiri (hehe), maka sebenarnya saya tidak tentram lagi. Lha, saya penasaran dengan statusnya : apakah hanya mampir lewat (pengembara), ataukah memang ia menetap? Sebuah pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab. Yap, bisa jadi keberuntungan peserta GFK itu menjadi saksi tentang seekor elang endemik yang... cuman mampir, hehe.. 
   Demi menjawab rasa penasaran saya, akhirnya tanggal 2 Desember saya niati untuk sekali lagi mampir di Resort Bandealit tercinta. Resort yang sekarang digawangi oleh Pak Dedi ini memang cukup jauh dari jangkauan. Motor Supra X milik emak saya harus terengah-engah ketika menaiki jalanan 'mulus' ala Meru Betiri. Wih... rasanya, pantat seperti dipukul-pukul oleh jok motor yang memanas. 
   Sesampainya di sana, sore hari baru saya bisa bertemu dengan Pak Dedi secara langsung. Namun sayang, lelah karena patroli seharian, perjalanan panjang, akhirnya beliau harus beristirahat semalaman, padahal saya sangat ingin ditemani Pak Dedi hunting foto herpet, mumpung ketemu beliau yang notabene pawang ular :D .
   Paginya, saya langsung menuju jalanan savana yang terbuka. Konon, lokasi ini banyak mengandung temuan burung-burung yang enak dilihat. Lumayan untuk pembahruan database, hehe. Siang dikit, saya kemudian berlanjut ke arah track goa Jepang. Barangkali ada sesuatu yang bisa dilihat meskipun agak siang. Lalu Pak Dedi? beliau bertukar shift dengan Mas Puji. Yaah, begitulah nasib orang-orang ini. Dinas jauh dari keluarga, tanpa komunikasi, di hutan lagi, jadi harus bertukar shift tiap 4 hari sekali. ckck... Dengan menculik Mas Puji inilah  saya kemudian jalan-jalan.. mbuh kemanaa saja.. Mulai track goa jepang, pantai, hingga sungai-sungai nyari kodok.. haha. Pindahan dari Bunaken ini memang hobi jalan-jalan katanya. Ya baguslah untuk kesehatan, daripada kena diabetes karena nyelam terus? :D
   Si burung target sendiri sebenarnya sudah terlihat dari hari pertama. Namun, bentuknya lebih mirip sebagai kotoran lensa dibandingkan elang, hahaha. Artinya, teramat sangat jauh untuk diamati.Setelah itu, entah kemana ia pergi. Seakan-akan bersembunyi di saat siang hingga sore hari...  Bukan hanya itu, secara beruntun saya seperti ketiban sial yang menyesakkan. Lensa saya rusak! Macet tanpa bisa zoom out di hari kedua. Entah ada yang mengganjal, mungkin kemasukan kecoa (maklum, kamar saya banyak kecoa). Saya langsung berpikir : "berapa lama?" dan "modhar kooon, kere tenaan aku!". Dan bukan hanya itu sodara-sodara sekalian : sandal gunung saya yang biasanya saya parkir rapi di depan kantor resort, yang menemani saya tanpa cacat selama 2,5 tahun... hilang! Yah, okelaah, akhirnya saya pakai sandal jepit karet saja... Belum selesai kejutan, masih nambah lagi kabar yang kurang mengenakkan : hasil ujian cpns saya sudah keluar, daan... saya tidak masuk daftar panggilan TKB (tes tahap berikutnya). Pupus sudah harapan untuk mandiri, dan juga melunasi hutang akibat kerugian saya ini..... It's completly bad news.

Selalu Indah Pada Waktunya
   Sandal tak akan kembali lagi. Lensa harus diopname dengan uang tebusan yang jumlahnya tidak sedikit bagi saya. Elang Jawa... mungkin hanya keberuntungan peserta GFK yang membuatnya terlihat di area Bukit Sodung. Mungkin ia hanya mampir lewat saja. dan CPNS? Ah, kecewa tak akan terobati dengan menyesali apa yang tidak bisa kita cegah, ya toh? 
   Nah, akhirnya, suatu saat Tuhan mulai menghibur saya dengan temuan mengejutkan di hari terakhir sebelum saya pulang. Di suatu bukit, secara tidak sengaja saya melihat gerakan raptor melalui kamera. Ketika saya ambil fotonya, sangat mirip dengan Elang Jawa. Jumlahnya tidak satu, melainkan dua ekor sekaligus! Malah yang seekor nampak seperti individu muda. Whoow, air muka saya begitu gembira. Ketika selesai berdiskusi dengan Mas Puji, saya langsung menyalaminya. Tidak disangka, buah  kerja keras selama 4 hari itu terbayar sudah. Bahkan temuan ini dikuatkan oleh rekan-rekan yang meneliti elang endemik ini lebih jauh... syukurlaah.. Belum lagi bonus dari Tuhan, yaitu temuan Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) di area sekitar lokasi temuan Elang Jawa. Burung yang saya pikir hanya mitos di Bandealit ini ternyata muncul, bahkan dengan pasangannya. Whoow... benar-benar perjumpaan pertama bagi saya untuk burung raksasa ini. Siapa sangka dua penemuan penting ini terjadi dalam hitungan jam sebelum saya beranjak pulang? Selain itu, banyak foto spesies yang mulai terbaharui lagi setelah trip saya ke Bandealit ini. Kabar bagusnya yang lain adalah Balai menerima banyak sekali alat dokumentasi. Artinya, temuan-temuan yang selama ini tanpa terdokumentasi, sekarang akan lebih reliable dengan alat dokumentasi yang maaknyuss...  :D

Jika saya boleh berbagi kepada sodara-sodara sekalian, bahwa Tuhan itu sangat baik, adil, tur Maha-Sayang kepada kita. Ora bakal ngapusi seperti calon-calon anggota legislatif yang fotonya mulai memenuhi perempatan jalan, dan selalu up-to date tentang kabar kita, alias Maha-Pirsa. Sory bro, Beliau beda dari tokoh-tokoh politik yang notabene penuh dengan kekhilafan. Pokoke percaya saja. Beliau tidak akan pernah menutup telinga, walaupun terhadap keinginan atau isak tangis yang kita bisikkan di dalam hati. Daaan, sekali lagi, Tuhan juga akan mengingatnya.. Artinya ketika kita tidak diberi, mungkin ada saat dan jumlah takaran yang tepat untuk itu diberikan. Mangkane, hayok podo semangat, dan jangan putus asa :D

Si Supri dan jalanan Aduhay di depan Blok Krecek
Target utama : Elang Jawa dan anaknya! (lokasi masih dirahasiakan)
Individu muda Elang Jawa
Si Rangkong Badak melintas dengan berisiknya. But, nice to see you, guys.. :)
Ah, daripada ga dishare, hehe : Kekep Babi (Artamus leucorynchus)

Si Cangak Merah (Ardea purpurea) yang keep silent

Kamis, 05 Desember 2013

Gelar Foto Konservasi : Yang penting blusak-blusuk! (Part II-end)

   Alkisah ketika acara ini memasuki waktunya, terkumpulah 31 orang yang bersiap dengan gear masing-masing untuk hunting foto. Meskipun kawan-kawan paling jauh sudah datang semalam sebelumnya, tapi nyatanya mereka masih punya balung enom! Terbukti ketika diuyel-uyel  di truk pengangkut sapi, mereka masih happy-happy. Bahkan, para bioder yang juga spesialis pencuri buah ini tak henti-hentinya memanen semua buah yang mereka temui di pinggir jalan, mulai pencit, jambu, dan rambutan. Untung saja mereka tidak mengangkut kelapa, jagung, tebu, atau durian. Khayal memang menurut saya. Tapi saat saya konfirmasi kepada salah seorang peserta yang saya rahasiakan namanya, ia hanya menjawab : "Kadohan mas, ora sempat njupuk..." Wih, wedan tenan... tentu saja saya menggumam sambil mengunyah pencit  :D
   Saat truk memasuki kawasan Meru Betiri, satu kesan yang saya tangkap adalah mereka tidak punya pantat cadangan karena perjalanan ini membuat pantat menjadi luka dalam, tergores-gores bak truk. Yah, mungkin dengan ini mereka sadar bahwa salah satu 'keunikan' Meru Betiri adalah akses masuknya yang sedikit 'mahal'. Yapp, terbatas dengan jenis kendaraan tahan banting, jaraknya yang jauh, dan juga biaya yang tidak sedikit membuatnya nampak terisolir dari dunia luar. 
   Masuk gapura Bandealit, mata saya ngelayap-layap tidak jelas. Sebenarnya bukan saya saja, tapi kawan-kawan yang lain sedari masuk kawasan sudah terlebih dahulu jelalatan, hehehe.. Namun, jelalatan saya berbuah manis, nampak bunga-bunga kuning ranum mencuat dari batang pohon jati yang tumbuh tidak jauh dari kantor Resort Bandealit. Itu pasti anggrek.
   Nah, beruntung sekali ada seorang 'yang-tahu-banyak' tentang anggrek di acara ini. Sebut saja dia Lutfian Nazar. Orang yang mukanya mirip dengan Eyang Subur ini sedang mengoleksi foto-foto anggrek di Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Dan seperti dugaan saya, tanpa cang-cing-cong setelah melepas ranselnya, ia langsung mengikuti saya untuk ditunjukkan lokasi anggrek tadi. Makin lewat gerombolan kawan lain, eh, makin besar jumlah orang yang ingin moto anggrek.Padahal, tidak ada kategori foto flora di lomba ini.
   Anggrek-anggrek itu tumbuh cukup jauh dari jangkauan makro. Namun, akhirnya, salah seorang peserta malah menemukan mereka tumbuh di kayu roboh yang cukup mudah dipanjat. Sayangnya, ia tepat di atas sarang semut. Hanya 3 orang yang sanggup menahan rasa gatal akibat digigit semut. Bahkan, salah seorang peserta yang berinisial 'BH' alias ' Bayu Hendra', mengaku digigit semut hingga ke dalam celana dalamnya. hahaha, can you imagine that? modharo kon!

Banyak Mata, Banyak Rejeki
   Dalam hari-hari yang penuh bahagia itu, rupanya dalam kamera beberapa peserta terselip sebuah foto menarik. Apalagi kalau bukan si mitos Burung Pancasila : Elang Jawa! Awalnya saya tidak yakin ketika salah satu guide yang menemani mereka, Mas Alif, bercerita kalau segerombolan tukang poto mendapatkan foto yang disinyalir sebagai Elang Jawa. Baru setelah bertemu di wisma, ternyata beberapa peserta, yaitu Mas Heru, juga Mas Eko, berhasil menjepretnya. Dan... setelah didiskusikan, akhirnya deal... itu adalah seekor Elang Jawa. Suatu temuan yang mengagetkan karena selama ini belum pernah ada kabar maupun catatan tentang elang endemik jawa ini.
   Bagi saya, ini adalah sebuah tamparan. Yup, jelas, memang jika kita bicara keterbatasan, tentu tak kan ada habisnya. Apalagi saya dan kawan-kawan baru sebulan lalu mengadakan raptor watching di Sukamade dengan hasil yang kurang menggembirakan. Lagipula, kawan-kawan PEH nyatanya selalu mengadakan monitoring secara berkala. Lha mereka ini (peserta GFK) datang dalam waktu hanya sehari, lalu berhasil menjepret... Elang Jawa lagi. Sungguh terwelu, hehehe...
   Tapi apapun lah, memang keberuntungan itu datangnya dari Tuhan semata. Beliau sudah mengkode elang ini untuk muncul di area Bukit Sodung, mungkin supaya kami terbuka mata dan hatinya, bahwa tiap seluk TNMB harus kami kenal dengan baik. Yap, dengan demikian, Beliau mengisyaratkan agar terus menjaga keberadaan berbagai jenis hewan dan tanaman itu, terkadang harus mengabaikan harapan akan dana yang menetes dari langit-langit birokrasi. Niscaya, tanaman, hewan, dan segala makhluk di dalam hutan akan mendoakan para PEH, polhut, penyuluh, staff, hingga tukang sapu agar mendapatkan kebahagiaan dan kehidupan yang berkecukupan jika kita bekerja dengan sungguh-sungguh dan hati yang gembira :)

Terima Kasih peserta GFK sekalian... terima kasih sudah sudi mampir di Meru Betiri :)
Foto bareng sebelumberangkat ke Bandealit
Tidak masuk kategori penjurian? Cuek sajaaa... yang penting blusak-blusuk.
 Acara hunting foto malam
Menjarah hasil pekarangan warga :D
Peserta Gelar Foto Konservasi dalam formasi lengkap