the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 25 Mei 2014

Tenang menghadapi Senin (lagi)

Aaah... Senin lagi deh.
Mungkin, ada yang berbeda dengan hari senin ini. Saat ini, saya meng-update data foto yang ada.. Hm, tidak berubah..tetap 100 jenis pas, ga bisa ditawar. Data saya kumpulkan, dibuat grafik berdasarkan famili, dan.. taraa... jadilah bahan presentasi koplak-koplakan yang besok saya tunjukkan ke mas Alif, sang bos geng PEH. Sebenarnya, agak sungkan juga untuk mengganggu pak Bos, terutama di hari senin, apalagi beliau juga baru pulang ngadep Manggala, di Bogor kemarin. Ah, sudahlah... kalau tidak besok, tentu saya tak  lagi punya waktu untuk menunda pergi ke Sukamade lagi... setelah 2 minggu berkelana ke semarang dan malang.. wezz...

Selain menunjukkan data-data tersebut, ada beberapa agenda safari di hari senin:
1. Agenda Buku.
2. Permintaan untuk menuliskan preface tentang kawasan dan segala problematikanya. 
2. Diskusi tentang data.
3. Minta foto.

Lalu, jika tidak terlalu sore.. berangkatlah ke Sukamade untuk bercinta dengan burung-burung yang merindukan saya... hehe. Jika berlambat, ayo berangkat esok paginya di hari Selasa.

Mari berserah kepada Tuhan untuk segala pekerjaan ini.

Ah, senin... :)


Jumat, 23 Mei 2014

Berkawan dengan Mimpi : Sedikit cerita tentang buku Pantang Padam karya Yulia E.S.

   Di hari jumat lalu, saat saya sedang berada di ruang workshop capung, telepon saya bergetar-getar dengan hebatnya... Saya lirik sebentar, dan nampak nama yang tak asing: Bapak Xl. Wah, ada apa bapak nelpon siang-siang seperti ini? entahlah, rasanya juga saya sering menerima telepon dari keluarga di saat kegiatan, meskipun hanya sekedar menanyakan dimana letak kunci kamar, hehe...
Jadi, dari pengalaman-pengalaman berharga itu, saya menutup telepon di saat formal itu, dan segera mengirim sms. Tak lama kemudian, muncul di layar hape balasan yang berbunyi : ada paket dari jakarta... Yup, aku ingat karena memang aku menunggu sebuah buku yang kupesan. Judulnya Pantang Padam, karya mbak Yulia E.S.  Lalu, sepulang dari semarang dan malang, ternyata buku itu mampu menghipnotis saya dalam beberapa waktu lamanya... 2 hari berturut-turut hingga detik saya mengetik tulisan ini.

   Bagaimana rasanya jika anda mengetahui bila anda ternyata mengidap sebuah kelainan? Yupp, rupanya di dalam buku ini mbak Yulia menjlentrehkan dengan gamblang sejarah hidupnya yang ternyata mengalami kelainan tulang belakang, justru di masa ia kuliah. Kelainan ini membuat ia tak boleh mengangkat beban lebih dari 1 kg! Selain itu, ia harus memakai piranti mirip baju zirah zaman kuno yang bernama brace. Mungkin, jika saya membayangkan bentuknya lebih mirip gips yang dikenakan saat patah tulang. Namun, rupanya masih ditambah beberapa piranti merepotkan dan aneh seperti kait-kait besi... Dan lebih dari semua itu, ia masih berjuang untuk menaklukkan gunung, menaklukkan jalur-jalur pendakian, menaklukkan kedalaman laut bersama manta, dan tentu saja menaklukkan ketidak-percayaan dirinya sendiri akan kondisinya sekarang.

   Lalu, bagaimana rasanya jika anda mendapatkan bonus penyakit disaat anda mulai beradaptasi dengan kelainan yang anda miliki? yupp, lagi-lagi, saya terhenyak membayangkaan saat berada dalam posisi penulis, ketika ia di-dok mengidap kelainan katup jantung yang bernama MVP. Dan saya turut membayangkan, merasakan kehidupan mbak Yulia ini tenggelam bersama mimpi-mimpinya yang indah.. ah. Rupanya di sini saya keliru. Ia bukan robocop, suparman, gundam, atau cerita-cerita epik dengan ending yang tentu saya indah. Karena dari dasar perasaan yang dalam, yang menjadi reruntuhan, ia kembali membangunnya. Dan disinilah mau tidak mau, suka tidak suka... saya membandingkan dengan diri sendiri..

"Dengan mimpi-mimpi yang sekarang ini, seolah aku berada pada kedalaman sekian meter.... Pada kedalaman sekian meter ini, aku terus melantunkan mimpi-mimpi."

   Bagaimana dengan diriku? Seorang normal...ah, jadi terharu sekaligus... malu. Selama ini aku berkutat dengan pemikiran skeptis,  ketidak pede-an menghadapi masalah, malah ingin segera menyerah...
Yupp, semangat! Aku masih ingin berlanjut dengan mimpi-mimpi yang harus dinyatakan : Meru Betiri harus memiliki buku burung sendiri. Buku yang dapat dibanggakan dan membuatnya menjadi diri sendiri. Menjadi batu yang dilempar di tengah kolam keheningan pengetahuan yang kami miliki, membuncah, dan menggetarkan tulisan lain yang menggambarkan keindahan tanah ini : Capung, kupu-kupu, lumut, jamur, kayu ekonomis, mamalia, dan semua yang dapat disentuh. Masak hanya karena sindirian orang, langkah jadi terhenti? Masak karena rumitnya birokrasi mimpi menjadi mati? Masak menghadapi ancaman pelanggaran luar biasa, lalu menyerah? Rasanya, saya pun memiliki everest sendiri di dalam benak ini. Menjadi backpaker, melihat kupu-kupu Goliath, berjalan memasuki gerbang kupu raksasa Bantimurung, melihat Bird of Paradise di Papua, menginjak pantai dengan laut bening di Maluku... ah...

Dan dari buku ini saya belajar mengenali jalan indah, namun tak pernah mudah: 


"Jika ada dua obat paling manjur di dunia, maka itu adalah membaca buku dan menjadi relawan..."



Senin, 12 Mei 2014

Mencicipi gaya Jepang ala film My Boss My Hero

   

   Saya pecinta film, tapi rasanya bukan seorang yang 'gila' film dengan tayangan episode, apalagi dari negara-negara asia timur. Pertama kali, kawan kuliah saya bernama Rahmi mengenalkan film ini kepada saya di ruang baca biologi. Heran melihat manusia yang satu ini masang headset dan nyekikik sendiri. Karena penasaran, akhirnya saya pun ikut nonton. Eh... ternyata ga puas, akhirnya bergiga-giga memori laptop saya digunakan untuk menyimpan film dengan 10 episode ini. 

   First, tokoh utamanya bernama Sakaki Makio. Sebenarnya, ia adalah seorang bos muda Yakuza. Di era kepemimpinan ayahnya (yang merupakan generasi ke 2), ia melakukan kesalahan yang sanat koplak! Dengan gayanya, mulai bertransaksi dengan mafia hongkong. Ayahnya memberi pesan agar tawaran tidak kurang dari 27 USD, tetapi dengan koplaknya ia masih bilang 'NO' ketika mafia itu akan membayar 35 USD. Akhirnya, perkelahian itu terjadi dan hilanglah kesempatan transaksi besar itu. Ayahnya yang marah besar akhirnya insyaf dengan kebodohan anaknya, sehingga ia memasukkan Makio ke salah satu sekolah swasta (menyamar sebagai murid pindahan kelas 3). Tantangannya adalah : lulus, atau tidak akan menjadi bos generasi ke-3! Dan cerita-cerita yang membuat sampeyan ngakak, terharu, dan ketagihan akan dimulai dari sini.
Sakaki Makio, 27 tahun.. koplak, namun memiliki semangat tinggi
   Bagian yang menarik adalah tekad Makio untuk belajar dan lulus bersama-sama yang lain. Diceritakan bahwa Makio adalah orang yang... tidak bisa berpikir lebih dari 90 detik, namun sebaliknya, ia sangat suka berkelahi. Oleh karenanya, pelajaran-pelajaran SMA menjadi momok besar bagi penguasa no 2 Yakuza Kantou Sharp Fang ini. Apalagi dia tidak mungkin melakukan hal-hal curang yang bisa membuka kedoknya sendiri. Sebenarnya sih, Makio menganggap sekolah adalah omong kosong belaka. Namun, kompetisi untuk mendapatkan Puding Agnes yang digilai Makio dan sebagian besar siswa, membuatnya menciptakan alat terbang yang membuatnya semakin mengerti akan indahnya belajar... 

   Dari film ini sampeyan juga akan melihat bahwa tiap tugas, tiap PR, tiap kegiatan sekolah di Jepang sebenarnya tidak neko-neko alias simple sekali. Bahkan, standar kelas 3 jika dibandingkan dengan di Indonesia, mungkin ketinggalan lho... Misalnya, anda disuruh membaca puisi sastra jepang bergantian, lalu mengartikannya. Perasaan ini ada di tugas SMP (atau SMA di awal?). Menggambar dan mendeskripsikan mahkluk bersel 1, atau pemecahan soal penjumlahan sudut yang sederhana. Sangat tidak 'wah' jika dibandingkan hingar-bingar Jepang yang seperti apa, ya toh? Namun, saya merenung... mungkin, di sinilah kelebihan orang jepang. yang pertama, mereka tidak mengejar kecerdasan 'formal' yang biasa dikompetisikan di sekolah-sekolah umum di Indonesia. Maksud saya, mereka tidak mengejar bab-bab, tidak mengejar ' nama sekolah sebelah', atau mengejar nilai akreditasi alias ISO bla.. bla.. bla.. yang mereka kejar adalah anak didik yang memiliki moral, pengetahuan terhadap budaya asli, dan memahami dasar-dasar ilmu itu sendiri. Sehingga, tak seorangpun mencap satu pelajaran sebagai momok yang mustahil dilalui, hanya karena ia tertinggal terlalu cepat dari kawan-kawannya.

Bu Minami, sosok berwajah dingin yang awalnya dibenci oleh Makio
   Pelajaran lain yang membuat saya manggut-manggut dari film ini adalah sikap pantang menyerah yang dimiliki oleh Makio dan orang Jepang pada umumnya. Telah kita ketahui bahwa orang Jepang terkenal ulet dan 'gila' terhadap suatu yang diinginkannya. Hal yang sebenarnya diturunkan dalam bentuk pengejawantahan semangat bushido ala samurai zaman dahulu kala. Bayangkan saja, Makio adalah orang dedhel yang hanya bisa berpikir 90 detik. Setengah tahun bersekolah di sana hanya mampu membuatnya berpikir selama.... 3 hari dan ranking 122 dari 122 siswa. Sebuah progress yang saya yakin membuat guru-guru normal akan mengucilkannya. Namun ternyata tidak. Wali Kelas yang dijuluki 'Si Wanita Besi', Bu Minami, rela memberikan murid ini privat, pelajaran tambahan di libur musim panas. Bukan hanya itu, Makio diwajibkan mengumpulkan jurnal tiap minggu. Eits... ini bukan jurnal ilmiah yang harus diresume seperti di tempat saya kuliah. Ini adalah jurnal yang berisi curhatan siswa tentang apa saja yang dilaluinya di sekolah atau di keluarga. Fungsinya adalah guru bisa mengetahui keadaan siswa dan apa yang dapat dilakukannya untuk membantu masing-masing siswa. Sangar kan? Guru juga akan membalas tulisan di jurnal itu : memberinya semangat dan nasehat. Murid di Jepang sangat diperhatikan toh? Semuanya dilakukan dengan satu semangat : mendidik siswa agar dapat melalui tahun-tahun di sekolahnya. 
    Begitu juga semangat yang sama ditunjukkan oleh Makio dan murid-murid lain. Bahkan, di tengah-tengah kegiatannya bersenang-senang atau berjudi sebagai Yakuza... ia akan ditelpon pulang oleh anak buahnya untuk mengerjakan PR atau menghafal kosakata Bhs. Inggris... whatsss... . Ada pula sebuah cerita dimana Makio sangat ngeyel untuk membentuk tim basket demi kelasnya yang tercinta, 3-A. Nah, selain kompetisi yang datang di saat menghadapi ujian kelulusan, tidak adanya orang yang mahir berolahraga membuat kelas yang dipimpinnya tidak semangat. Tim Basket yang dipimpinnya pun demikian. Namun, dengan ke-ngeyelan-nya dalam menghadapi masalah, Makio dkk menang dalam kompetisi basket tersebut dan membawa nama 3-A melambung.. 

Ada sebuah Quote yang bagus, yang dilontarkan oleh Bu Minami untuk Makio ketika ia hampir putus asa menghadapi banyaknya permasalahan:

"Hadapilah, jangan lari.. Karena jika kamu berhasil menghadapinya, maka kamu akan lebih kuat dari sebelumnya."

  Yang terakhir, (semoga anda tidak tertidur, hehe), adalah sikap ksatria yang dipertontonkan secara gamblang di film ini. Ini adalah bagian yang saya suka dari semuanya, hehe... Saya sendiri belum pernah ke jepang atau mensurvei setiap film jepang untuk mengetahuinya. Namun, sikap ksatria dan mau mengakui kesalahan menjadi tradisi yang patut dibanggakan oleh negara-negara asia timur, khususnya negeri jepang sendiri. Di film ini, ketika terjadi sebuah permasalahan besar di sekolah, Kepala Sekolah sangat merasa menjadi yang paling bertanggung jawab akan semuanya, dan... mau mengundurkan diri. Di keorganisasian Yakuza sendiri tidak ada orang yang mencari kepentingan sendiri dengan mengumpankan teman sebagai kambing hitam. Semuanya dengan kompak mengatakan : 'Maafkan, ini salah kami...' lalu dengan alasan-alasan ia melakukan itu. Tidak ada yang ngeyel. Dan anehnya, pemimpinnya juga meminta maaf kepada... anak buahnya tersebut. Akhirnya, tidak ada yang merasa benar jika suatu permasalahan terjadi, tapi dengan semangat dihadapi bersama-sama. jadi tidak ada caleg-caleg di institusi, penjilat, atau kata 'aku', tapi dihadapi secara bersama-sama. Benar-benar woow lah...

Kalau budaya kita sih... ah sudahlah.. :)

Cerita-cerita konyol terkadang dibumbui roman percintaan dan serius


Akhirnya, film ini sangat recommended bagi anda yang membutuhkan hiburan segar namun kaya akan nilai-nilai humanis edukasi negeri sakura. Anda penasaran dengan film ini? anda dapat mendownloadnya di
sini
atau di
sana

oke.. keep semangat!

Jumat, 09 Mei 2014

Jangan biarkan mimpi itu mati, bro!

Ada begitu banyak uneg-uneg yang sebenarnya ingin saya tuang ke dalam layar laptop Dell saya. Semenjak entah kapan saya menulis terakhir, rasanya jari-jemari saya malah kaku untuk menekan huruf-huruf yang tercetak pada keyboard. Yah... daripada mak-bruusssh dari belakang, mending mak-brusshh lewat layar laptop..

Hampir 6 bulan lah saya jalan-jalan di tempat yang saya sebut 'halaman rumah', alias Meru Betiri. Itu pun kalau dihitung mulai sebelum Desember, dan belum dipotong bolos ala desertir.. Termasuk singkat, atau lama? yaah, saya sendiri tidak dapat menentukan. Bagi saya, 6 bulan ini cukup berat. Memperjuangkan kecintaan saya pada tanah halaman rumah ini sampai membuat saya kebablasan lupa kalau saya adalah pekerja tanpa status (PTS). Hidupnya hanya diabadikan untuk kluthusan tiada tara, tanpa harus care dengan permasalahan gonjang-ganjing politik di dalamnya. Sangat gue banget sebenarnya, tapi tetap saja akhirnya banyak timbul masalah, entah karena sebuah statusisasi, kecurigaan berlebihan, atau hubungan keraguan masa depan dengan yang Maha Kuasa. Enam bulan yang seharusnya singkat, menjadi semacam menunggu angkot di atas pukul 10 malam, lamanya ndak ketulungan. Tiap detik yang berharga ingin sebenarnya saya habiskan dengan menikmati kicauan burung nan cantik di sana sambil menekan tombol shutter kamera. Berjalan bertelanjang kaki. Merebahkan diri diatas pasir putih. Tapi, ah... saya tak bisa membohongi diri sendiri... jantung saya tetap berdebar... deg. deg. deg.

Dari jalan-jalan itu, ada sekitar 180 lebih jenis burung yang masuk ke dalam catatan kompilasi. Sebuah angka yang fantastis. Tidak jauh dari prediksi MacKinnon dkk yang sudah menduganya, dan masih diimbuhi maksud tersirat: kemungkinan masih terdapat catatan tambahan' serta 'perlu observasi lanjutan'. Layaklah jika dikatakan demikian, karena masuk ke dalam kawasan Meru Betiri seakan ambles ke dalam perut bumi. Jangankan ke zona inti, di zona rimba sendiri masih didominasi vegetasi tanaman rapat yang membuat burung lebih mudah bersembunyi daripada dilihat. Belum lagi isi perut Meru Betiri yang lain masih belum dibongkar : kupu-kupu, capung, mamalia, reptil, segenap makroorganisme dan penghuni antah berantah yang ghoib, tersembunyi diantara curam-curamnya tebing pantai selatan, dan kegelapan lumut gunung Betiri...

Jika saya boleh jujur, diserang ketakutan, tidak pede, dan suasana politik yang tidak stabil membuat saya lemah. Pertanyaan-pertanyaan akan jalan yang sudah teguh saya ambil setahun lalu, kembali terulang. Mulai dari : bisakah? mampukah? sampai kapankah? akhirnya menggaung kembali tanpa sengaja. Sampai kepala saya kemudian tertunduk, dan menghadap kepada Tuhan. Lirih saya berkata : 'saya hanya seorang manusia kecil diantara cita-cita yang besar, Tuhan... '

Menutup bulan Mei ini, janji untuk menuntaskan observasi burung di dalam kawasan kiranya dapat ditepati. Data tersebut rencananya akan ditulis. Siapa, dan apa yang bisa dikerjakan, akan ditentukan dalam sebuah pekerjaan keroyokan. Kini mulailah proses pengumpulan dan pengelompokan foto. Sebuah jalan yang masih panjang bro...

Doakan saja agar semangat terus terjaga. Karena, meskipun pudar, janganlah mimpi kita mati!