the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 10 Mei 2015

Larwo ( Lar e Dowo)

Jadi ceritanya begini...
   Tiga hari lalu, Mas Rohman, salah satu kawan saya di Sukamade, mendapatkan informasi tentang keberadaan burung langka di sekitar blok pantai (seputaran pos Sukamade - red). Informasi tersebut terbungkus rapi dalam sebuah pembicaraan antar pelanggar, yang secara tidak sengaja terdengar oleh beliau. Begitu disadari oleh mereka keberadaan Mas Rohman, yang telah tobat dan bergabung dengan PA, maka secara bergantian mereka tersenyum kecut dan kabur. 
   Informasi tersebut sebenarnya adalah tentang ditemukannya burung Larwo, atau dalam nama indonesia "Murai Batu / Kucica hutan (Copsychus malabaricus). Saya hanya mangap saja mendengar populasi si murai batu ini masih ada. Hingga saat ini, percaya atau tidak, cucak ijo saja saya belum dapat fotonya, hehehe..
     Menanggapi tantangan dari Mas Rohman untuk mencari, maka di hari sabtu pagi, saya ditemani beliau dan Mas Eko mulai jongkok untuk mencari si burung bersuara merdu ini. Pada saat itulah saya menjadi kagum kepada Mas Rohman, sang mantan pelanggar ini. Keahliannya memikat burung kicauan dibuktikan dengan siulannya yang sangat mirip dengan burung aslinya. Saking miripnya, saya malah keheranan dengan kualitas mulutnya yang kualitas kaset. 
    Beliau malah bilang, kalau suaranya belum ada apa-apanya. Masih ada pelanggar juga yang jauh lebih muda dari saya, dan cucut-nya mampu menirukan hampir semua burung kicauan dengan hampir sempurna : cuca ijo, kacer, cuca jenggot, larwo, dll.  Wedian, bisa habis burung-burung di sini tujuh turunan.. Namun, sisi positifnya, burung-burung yang diincar adalah yang laku di pasaran sebagai burung kicauan. Burung-burung lain yang meskipun langka, tidak umum, namun tidak laku, ya tidak akan diambil (meskipun demikian, pelanggaran macam ini tidak bisa dibenarkan :p ). Tiga jam berputar-putar, menunggu, dan menirukan suara si Larwo, ternyata tidak membuahkan hasil. Saya tak merasa hari ini kesialan menghampiri kami. Justru, semakin banyak ilmu yang saya peroleh dari warga lokal semacam Mas Rohman dalam mengamati burung (meskipun dulu ia gunakan untuk menangkap burung, hehe). 
    Sebelum kembali ke pos, ia bercerita tentang banyak sekali burung-burung aneh yang ada di hutan dan tidak ia bawa meskipun tertangkap (dilepas lagi karena tidak laku). Salah satu yang menarik adalah sering sekali menangkap burung berukuran agak besar, sekitar 2 genggaman, dan berjambul. Suaranya sangat jelek, dengan garis putih di sekitar leher. Saya kemudian mengernyitkan kening... mungkinkah ia adalah Tangkar Ongklet (Platylophus galericulatus)? Saya menguji Mas Rohman dengan memintanya untuk menggambar sketsanya, dan sepertinya mirip dengan apa yang saya duga. 
Ah, kiranya musim kering nanti kami bisa berjalan-jalan lebih jauh untuk mencari burung-burung ghoib yang tersimpan di Meru Betiri, seperti Paruh Kodok Jawa atau Anis Merah? wehehe...