the biodoversity

the biodoversity

Minggu, 12 Februari 2012

Sains bermodal senyum : )


Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa kerabat di Lumajang. Suatu perjalanan yang mungkin biasa saja bagi orang lain setiap tahun, tapi kali ini, bagi saya sangatlah berbeda. Ada perbedaan yang besar ketika saya telah mengenal dan mencintai dunia birding. Dengan dunia baru ini, maka tumbuhlah suatu rasa penasaran yang muncul ketika mendengar suit-kicau berbagai burung. Heran... dulu saya selalu mengabaikan tiap kicau burung itu, atau ketika sudah tahu jenis burung apa yang berkicau, maka.. ya sudah, selesai, meski wujudnya sendiri tak nampak. Namun, sekarang segera muncul tenaga untuk melangkah, membidikkan kamera, dan mengidentifikasi burung apa itu. Jika tak mampu melakukan identifikasi, maka ciri-cirinya cukup dicatat saja, lalu identifikasi bisa dilakukan dengan literatur atau orang yang lebih berpengalaman.
Menarik, karena dengan mengetahui jenis burung, kita bisa menduga kualitas lingkungan yang sekarang kita pijak itu. Lebih luas lagi, bila kita telah menemukan salah satu burung yang sudah cukup jarang ditemui. Bagi orang lain, mungkin burung itu sama dengan burung lain. Namun bagi kita, maka akan menjadi suatu tanda tanya besar yang menghubungkan berbagai kemungkinan yang menjadi misteri. Lebih menarik lagi karena dengan birding, kita bisa menduga suatu track record masyarakat yang ada di sekitarnya, melalui perubahan komunitas burung di sekitarnya.
Pengetahuan yang luar biasa? Benar, tapi apakah gunanya bila kita tidak membagikan pengetahuan itu pada orang lain? Salah satu contohnya adalah keberadaan burung bubut jawa (Centropus rigrorufus) yang saya temukan di antara pekebunan tebu dan sengon. Beberapa masayarakat mengaku tidak pernah mengetahui adanya burung ini. Kabar bagus? Ya, bila kita tidak mempercayai masyarakat untuk turut dalam konservasi avifauna ini. Semakin mereka tidak tahu, maka kemungkinan populasinya terjaga semakin besar. Namun, bagi saya tidak demikian suatu peran scientist. Seorang yang telah mengenal ilmu, harusalah turut membaginya dengan masyarakat. Maka dengan demikian, ada suatu rantai konservasi alam yang terbangun di antara masyarakat Indonesia. Bagaimana caranya? Apakah harus melalui penyluhan? Tentu tidak, tetapi  hanya dengan sedikit mengambil waktu dengan masyarakat, tersenyum, mungkin dengan secangkir kopi dan beberapa gorengan, ataupun hanya dengan bercakap-cakap di pinggir jalan.
Bukan hanya bubut jawa yang cukup langka, tetapi burung-burung yang berdampak langsung dengan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat, seperti prenjak sawah, blekok, kuntul, juga menjadi perhatian utama dalam sistem ‘bagi-bagi pengetahuan’ ini. Sekali lagi semua ini tak perlu dengan penyuluhan di balai desa. Hanya dengan menyempatkan diri untuk bersalaman, sedikit bertanya-tanya, dan kemudian menarik kesimpulan bersama mengenai kondisi lingkungan yang tetap lestari akibat keberadaan burung yang melengkapi rantai makanan.
Sangat besar dampak bagi konservasi ketika kita bertindak karena pengetahuan, namun lebih besar lagi dampaknya ketika kita membuat orang lain juga bertindak sama karena pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar