the biodoversity

the biodoversity

Selasa, 04 November 2014

Merayakan Cinta Bersama Sang Rimba (I)

Saya teringat masa-masa pait manis perjalanan yang ternyata sudah satu tahun. Dibilang panjang, kok sebenarnya ndak sama sekali, hahay...

Awalnya memang saya mengajukan diri sebagai tenaga kesukarelaan di Taman Nasional Meru Betiri. Saya masih ingat betul yang menerima adalah Mas Dodit, yang belakangan adalah salah satu PEH senior di sana. PEH jebolan UB ini menanggapi dengan serius permintaan saya untuk mengajukan volunteer tersebut. Syaratnya memang sangat klasik : Tidak menuntut A, tidak menuntut B, namun dari kesemuanya, saya tidak ambil logika panjang. Yang penting, hasrat saya untuk mencium aroma rimba Meru Betiri akan segera terwujud. Itu saja pikiran polos saya, hehe. Walaupun dengan demikian, korbannya adalah status fresh gradute bla-bla-bla yang sebenarnya sangat menggiurkan untuk dikomersilkan (dalam hal ini, beberapa kawan dan seorang dosen sangat menyayangkan tindakan saya untuk masuk ke dalam volunteer). Apakah langkah ini terburu-buru? Tidak menurut saya, karena saya sudah ngimpi-ngimpi untuk menjadi bagian yang hidup di dalam taman nasional ini sudah cukup lama. Beberapa kali mengunjungi Meru Betiri di saat kuliah, membuat saya benar-benar jatuh cinta. Beberapa diantaranya sangat membekas hingga saya mengabadikannya dalam sebuah tulisan di blog bertanggal 14 Desember 2012. Bahkan, ketika belakangan saya baru ngeh dengan segudang permasalahan di sana, toh saya tetap jatuh cinta dengan menghabiskan ribuan frame foto, belajar identifikasi burung, njengking motret rafflesia, anggrek, capung, dan lain-lain. yah, namanya saja sudah jatuh cinta... :3

Setelah menggarap tulisan lamaran tersebut, hati saya benar-benar terusik karena sama-sekali tidak ada surat keterangan yang kemlawir datang sebagai balasan. Katanya sih sudah diproses, tapi entahlah.. Demi melupakan itu, ikutlah saya sebagai salah satu tim huru-hara acara Gelar Foto Konservasi (GFK) di Bandealit. Singkatnya, Mas Heru (dan entah siapa lagi) menceritakan kalau baru saja memotret yang namanya Elang Jawa. Pada saat itu, Meru Betiri sangat minim dengan informasi keberadaan elang yang paling dicari di seantero jawa ini (katanya PHKA sih). Langsung saja menanggapi hal itu, perburuan di lokasi temuan dilakukan. Namun apa daya, rupanya hingga acara berakhir, tak ada tanda-tanda kemunculan elang itu lagi.

Berbekal dengan rasa penasaran yang teramat tinggi, seminggu berikutnya yang sudah masuk bulan Desember, saya nekat untuk berburu Elang Jawa. Pada dasarnya, saya tak memiliki 'kuasa' apa-apa untuk masuk ke dalam kawasan, karena sama sekali belum memegang surat keterangan. Berbekal dengan mulut nyonyor, akhirnya semuanya tanpa masalah. Bahkan, saat itu di depan Pak Dedy (kepala resort Bandealit saat itu), saya menceritakan kalau saya sedang monitoring elja, mendahului tim PEH yang memang rencananya akan melaksanakan kegiatan (padahal kegiatan itu masih 1 atau 2 bulan lagi, hahaha). Ndak papa lah, demi sang elang jawa yang keburu hilang jika tidak segera diamati :D

Ceritanya hingga ketemu Elang Jawa di sini

Mungkin, saking nyamannya ketika tinggal di Bandealit, saya tak lagi mengurus surat ke-volunteer-an saya. Pikir saya : Biarlah, ketika saya berbuat sesuatu untuk membantu Meru Betiri, mana mungkin saya dipersulit. Jadi, hingga Juni, saya masihlah orang ilegal dan tukang nyuri poto hewan-hewan sexy di Meru Betiri :D