“Aduh sayang, jangan difoto sayang.. !” kata seorang ibu
dibalik sangkar Tyto alba. Salah
seorang bapak yang di sebelahnya juga menggelengkan kepala tanda tidak setuju
saat saya hendak memotret burung malang itu. Ya, Pasar Burung Splendid, Malang, menjadi objek belajar indentifikasi burung yang menarik, sekaligus banyak fakta menyedihkan di balik muramnya sangkar burung.
Sendiri di pojok - Munguk Loreng (Sitta azurea) |
Indah di alam - Paok Pancawarna (Pitta guajana) |
Tangkapan dari Bromo- Celepuk Reban (Otus lempiji) |
Burung-burung migran dari asia timur ini tidak akan bisa pulang lagi - Kancilan Emas (Pachycephala pectoralis) dan Anis Sibera (Betina dan Jantan, Zoothera sibrica ).
Kegiatan Identifikasi, sekaligus (mungkin) dicurigai sebagai kegiatan organisasi pelindung fauna yang akan merenggut mata pencaharian para pedagang burung. |
Jika diadakan penelitian, mungkin 80 atau 90% keberadaah
burung di pasar burung Splendid, Malang, adalah hasil tangkapan ilegal. Suatu
hal yang membuat trenyuh. Seperti
ibu-ibu yang telah melarang saya untuk memotret, demikian pula terdapat
ratusan, atau bahkan ribuan orang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun tanpa mereka sadari, pusaka Indonesia turut dijual, baik di
antara orang-orang Indonesia sendiri, atau pasar Internasional.
Ada permintaan, ada barang. Ada kebutuhan, tentu ada jalan
untuk memenuhinya. Harus ada solusi untuk memutus rantai yang rumit ini. Suatu
solusi yang memberikan kehidupan layak bagi masyarakat Indonesia, sekaligus
menjaga Tanah Air yang kaya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar