the biodoversity

the biodoversity

Sabtu, 06 Oktober 2012

Pesona Kalibaru, sang kampung perkebunan (part 1)

Yah, awalnya saya ingin minta maaf, karena blog ini berniat saya tinggalkan (lho?). Betul itu, karena nampaknya ada 2 blog lain yang harus saya ikuti.. yah, tapi lama-lama kangen juga tidak menulis di blog pribadi. (tenang saja kok nak, kamu tidak kubuang.. hehe)

Lha ini si O. sepium. Bandingkan dengan cabe rawit di sebelahnya
Baiklah, izinkanlah saya membagikan pesona kampung halaman saya yang indah ini. Dimulai dari awal libur semester 5, saya ingin mengabdikan ilmu pengamatan burung yang telah ditimba di kampung saya ini. Rupanya, tidak perlu jauh-jauh.. hari pertama pada tanggal 9 Februari lalu saya bergerak di kebun salak belakang rumah, nampak si Cinenen Jawa ( Orthotomus sepium) memanggil-manggil mesra. Bahkan tak dinyana, bapak juga menunjukkan di jam istrahatnya dimana dan seperti apa sarang si burung 'penjahit'. burung lain yang cukup murahan tentu saja Sriganti, Bondol Jawa, dan tentu saja burung gereja.. ah ini kurang menantang.

Setelah agak siang, aku pun berangkat berjalan-jalan. Masih belum ada yang istimewa di hati, batinku. Lhah, kok entah tiba-tiba aku berbelok ke gang pemakaman umum. Wah, mungkin di sini aku mendapatkan burung-burung aneh. Tak dinyana, gerombolan kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) menyerbu pohon turi, 1,5 meter di atas kepala. Langsung saja momen ini tidak kusia-siakan dengan 1100 D-ku. Lhah, kemudian mereka dengan berbahagia berterbangan di atas sawah, entah kemana. Baiklah, lanjut lagi. 

Kuburan ini termasuk kuno dan padat. Tidak terlalu luas, dan dapat dilewati mobil pada bagian tengahnya. Di dalamnya tentu saja banyak pohon kamboja, yang pada saat itu sedang banyak yang rontok. Kulewati gang besar itu, dan terdapat bunyi merdu... wow... Cipoh Kacat (Aegthinia typia) sedang mencari makan. Dengan salah satu gengnya, ia sekan menari meliuk-liuk.. maen petak umpet mungkin. Lalu tanpa disangka, eh ada Caladi.. waduh, tidak bersuara, dan kelebatannya tertutup rimbunnya daun kamboja. belum sempat difoto, eh malah masuk ke areal pemakaman lebih dalam.. wadhuh.

"permisi mbah,nyuwun sewu." hehe, minta izin dalam bathin saat melewati kuburan-kuburan demi sang caladi ajib ini. 

"Golek apa mas?"Kata ibuk-ibuk tua mengagetkan 
"anu buk, cari burung" Kataku sekenanya, sambil sesekali melirik buruanku, takut hilang lah..
"ati-ati nggih mas, ada yang punya" katanya sambil meneruskan mencari rumput di sana... he, rupanya aku tidak memperhatikan kalau ibu itu mencari rumput sedari tadi di sana.
"inggih bu" kataku. Hm.. memang di sini tidak boleh sembarangan. Aku memang tidak terlalu percaya magis, namun percaya akan kekuatannya dalam menjaga nilai konservasi, jadi aku manut saja, untuk penghormatan.

Kulangkahkan kakiku dengan sedapat mungkin menghindari bongkahan batu kuburan tua..kuburan bayi, kuburan pejuang, dan berbagai kuburan yang nampaknya tak lagi berpatok.. well, sampai di sini aku sendiri miris...

Caladi yang kucari kufoto, hm.. sepasang Caladi Tilik (Picoides mollucensis). Ia tak mempedulikan aku yang kesusahan (dan juga ketakutan) sendirian di sini. Setelah kuambil foto, kuperhatikan terus, lalu burung ini menghilang di balik kerimbunan. Kuputuskan untuk segera kembali, dan he... ibu-ibu tadi sudah tak ada.. tanpa ada bekas sabitan rumput. kucek foto Caladiku segera, well-hewell.. ngeblur. Kiranya aku tak melihat dhemit kuburan Kalibaru Kidul. 


Weh, di pinggir jendelaku ada Bondol Jawa sedang kerja sama mencari makan

Bapak, pengamat burung sambil membawa si bangkok, he.. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar