the biodoversity

the biodoversity

Jumat, 24 Januari 2014

Sebuah catatan kecil di 24 Januari

   Mengawali hari ini dengan birding? mungkin membuat saya dan Nova, anak PKL itu, cukup berpikir ulang. Setelah Bandealit dihajar badai hampir 10 jam lamanya kemarin, membuat saya masih asyik mingsreg dalam balutan sleeping bag yang entah milik siapa itu. Pemandangan di luar tetap suram, mendung, dan daun-daun yang masih hijau berantakan di halaman wanagriya milik resort itu. Sisa-sisa banjir di jalanan masih terlihat dengan jelas. Rencana kami untuk mengunjungi pertigaan Teluk Meru rasanya maklum bila dibatalkan. Kami dengar, jalanan yang harus dilalu dengan motor itu sekarang lebih mirip dengan Kali Pringtali versi mini, dengan dasar lumpur yang sangat licin. Kami hanya termangu memikirkan tujuan kami di hari yang mendung ini. 

"Bagaimana kalau observasi Elang Jawa lagi?" tanya saya dengan penuh harap akan makin membaiknya cuaca hari ini
"Boleh" jawabnya, yang seperti biasa, mung trimo manut, hehehe..

   Baiklah, kami segera sarapan seadanya, bersiap-siap, dan segera berangkat. Jalanan yang biasanya baik-baik saja di hari normal, kini benar-benar menjadi sungai kecil dengan lubuk-lubuknya yang mini itu. Tak disangka, hasil badai kemarin berpengaruh hingga pagi hari ini. Jalanan menjadi tergerus oleh air dan menjadi grand canyon ala Bandealit. Kalau jalan saja menjadi kali, bagaimana 3 kali sebenarnya yang harus kami lewati nanti? Asuuuhay... 

   Perjalanan yang biasanya ditempuh selama 45 menit, sekarang harus benar-benar molor. Jalan menyusuri kebun kelapa yang berumput tinggi itu sekarang mirip paya-paya. Kaki saya yang terkenal mulus ini terancam terkena kutu air, alias rangen! Sungguh terwelu sekali kalau itu terjadi. Dengan cukup susah payah menerobos jalanan itu, kami sampai di kali pertama. Kali yang biasanya kering-kerontang jika tak ada hujan itu, sekarang menjadi gulungan air dengan level betis. Baiklah, rintangan ini kami lewati, dan kami berlanjut ke kali kedua. Hehe, kalau yang ini sudah level paha.. kami berdua hanya berpandangan mesra..  ciut sudah nyali kami. Bukannya kami malas basah-basahan di pagi itu. Hanya saja, kami memakai satu-satunya pakaian kering di minggu itu, juga di badan kami menempel beberapa peralatan elektronik yang cukup mahal (apalagi kalau rusak, muaaahal puoool!)

Nova sedang menerobos rumput
   Jadilah kami dengan muka ditekuk benar-benar memutuskan balik kanan. Mirip sekali dengan petinju yang melemparkan handuk putih : kalah setelah menerima pukulan hook ... 

   Namun, keberuntungan masih bersinar di hari yang suram ini. Dalam jarak kurang dari 20 meter, saya melihat dedaunan yang aneh. Pohon kering kerontang itu seperti ditumbuhi daun-daun warna merah menyala. Lhah, ternyata begitu saya makin mendekat, jelas sekali itu adalah seekor burung.... bubut! Amigoos, burung yang selalu ndlusup ke dalam semak begitu melihat manusia ini, sekarang dengan ayem-nya berjemur di pucuk kayu kering. Tak menyia-nyiakan momen ini, saya ambil beberapa jepretan sembari melangkah pelan. Puas menelanjangi bubut ini, saya melirik Nova di belakang saya. Beh, bocah ini malah memotret rumpun bambu di sebelah kiri, entah apa yang difotonya. Tangan kanan saya memberi isyarat di belakang pantat, sembari setengah berbisik dan melotot. Mungkin nampak terlihat: "sini, aku punya ekor, hahahaha", tapi maksud saya: " sini, ada bubut di depan!".  Akhirnya dia sadar, dan juga turut memperkosa si bubut ini. Cukup puas, kami bergerak maju, dan mak berr... burung berukuran besar ini kembali ke habitatnya di balik gelapnya rumpun bambu. Saya tersenyum puas. Ini adalah perjumpaan terlama saya dengan burung semak ini, mungkin juga dengan behaviour-nya yang paling ayem.Mungkin sama seperti kami, ia menjemur pakaian satu-satunya setelah hujan badai tropis semalam. Yah, tentunya sebelum dua pengamat burung amatiran ini mengusiknya.. 

Bubut Besar (Centopus sinensis)



Thanks God.. :)

2 komentar: