the biodoversity

the biodoversity

Sabtu, 13 Desember 2014

Merayakan Cinta Bersama Sang Rimba (III) - Tamat


   Tidak ada yang lebih nyesek bagi saya, ketika harus dengan sangat terpaksa, menggunakan kanca-kredit. Yup, Kanca kredit adalah keterpaksaan tingkat tinggi untuk memohon seorang kawan meminjami kita. Dalam kasus di lapang, ini bukan masalah uang. Ini adalah masalah kebutuhan yang pada saat itu, tidak terbeli dengan saya karena... saya tak lagi memiliki uang cukup. Jadi, para kanca-kredit membelikannya untuk saya (Jane podo wae yo, hahaha).
   Ketika saya di Bandealit, saya men-dompleng kegiatan pemasangan kamera trap. Sebagai pengalaaman pertama, saya patuhi setiap nasehat dari para suhu, terutama mengenai perlengkapan pribadi. Sepatu siap, namun ternyata harus menggunakan kaus kaki. Dari tabiat mereka, para senior, yang berangasan ketika hidup di dunia normal, lalu harus menggunakan kaus kaki seperti anak SD di saat masuk hutan, tentu saya menyadari kaus kaki adalah kebutuhan luar biasa. Lalu uang darimana? Saya ingat betul, 20 ribu di tas untuk jaga-jaga perjalanan pulang nanti. Dan saat itulah, tanpa dinyana, kaus kaki panjang baru berwarna hitam putih menjadi milik saya akibat kanca kredit.
   Masih di dunia Bandealit, ketika harus makan nasi bungkus, dan uang saya tinggal 5 ribu rupiah, maka nasi bungkus itu tetap saya konsumsi akibat kanca kredit. Belum lagi atas kebaikan resort Bandealit yang kapan pun ketika saya di sana, tidak pernah mengurangi hak makan bagi saya. Beras, sayur, tempe, gula, kopi, teh, dibeli untuk makan di sana. Benar-benar bagaikan sebuah keluarga. Bahkan saya teringat sebuah ucapan Bapak Tua penghuni resort Bandealit : “di sini kita semua tidak boleh lapar dan haus. Jika nasi habis, ayo masak lagi”. Tidak pernah kurang kebutuhan hidup saya di sana... Paling-paling saya hanya bisa membalasnya dengan membeli bawang atau obat nyamuk di warung. Itu pun kejadian yang sangat langka.
   Lain lagi di Sukamade, saya benar-benar menaruh hormat dengan para punggawa sukamade. Mungkin satu-satunya hal yang membuat saya ‘kurang bebas’ adalah masalah penyu dan wisata. Yupp, siapapun, yang hadir di Sukamade, akan bekerja sebagai penyuersss dan pengelola wisata. Tidak masalah memang, karena itu juga merupakan kesejahteraan. Namun, berapapun manusia di Sukamade tak akan pernah cukup untuk mengelola wisata di sana (rasanya, semoga saya salah, hehe).
   Di sana, selain kebutuhan makan dll tercukupi, saya bersyukur karena kebaikan kawan-kawan, saya mendapatkan pendapatan pertama (hehe) sebagai guide atau penyueerss yang membantu wisata pengamatan penyu di malam hari. Tidak ada yang lebih mengharukan daripada ini, karena kebutuhan dana perawatan kamera yang mengalami kerusakan di Bandealit (sampai 2 kali), akhirnya terselesaikan. Selain itu, saya juga bisa sedikit menabung, di samping digunakan untuk membeli buku, bensin atau perawatan motor.
   Saya tentu mengingat akan jasa-jasa baik ketika ada yang mengajak saya makan di warung, membelikan saya onderdil motor, memperbaiki kerusakan motor, atau sekedar memberikan buah-buahan. Bahkan yang lebih trenyuh, adalah kondisi kita yang sama-sama kere, hehe.. Tapi sejujurnya, anda kaya dalam berkah..

Tak terkira pertolongan Tuhan melalui tangan-tangan sampeyan kepada saya setahun ini. Dari mulai saya celingukan mengais-ngais foto burung, sampai jadilah sebuah tulisan tentang burung-burung di Meru Betiri. Dari nama burung lokal, menjadi 189 jenis burung eksotis yang telah memiliki standar IOC World Bird List versi 12. Baik nanti, ketika saya ada di Taman Nasional ini atau tidak, dalam pekerjaan apa pun, sungguh tak terlupa jasa kanca kredit ini. 



2 komentar:

  1. sik ta....kok wes tamat kate ng endi....?

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha yo embuh, ha ha ha...
      sing jelas manuk e rampung sesi I.

      Golek kodok yo! Karo golek urang, he he he

      Hapus