the biodoversity

the biodoversity

Senin, 08 Juli 2013

Nyruput Teh Ala Wonogiri

   Wonoooogiriiii..... mungkin inilah teriakan saya ketika mulai berpikir tentang perjalanan kami di sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah ini. Awalnya, saya tidak pernah terpikirkan seperti apa perjalanan atau tempat yang akan saya kunjungi ini. Hanya saja, bayangan saya : jawa selatan = kering, kapur (karst), panas, dan eksotis, just it! Keluaran hasil magang Adityas Arifianto (alias Strix nebulosa) yang memuat banyak sekali jenis burung air, pantai, atau burung 'aneh-aneh' di awal tahun ini sempat membuat arek zoothera untuk menyandang perjalanan bertitel 'ekspedisi'. Namun, belakangan anggota pelaksananya harus prothol satu per satu karena menanggung permasalahan birokrasi tingkat keluarga :D
   Mengambil setting waktu setelah Lomba Birdwatching Baluran, akhirnya saya dan Strix berangkat secara mandiri. Walau dengan badan pegal-pegal efek menginap di 'halaman belakangnya' Mas Swiss, rasanya semangat juga berangkat membayangkan seperti apa Wonogiri, atau target spesifiknya: Waduk Gajahmungkur. Perjalanan dimulai hari Senn malam (1 Juli 2013) dengan menggunakan bus. Dari Malang-Surabaya, perjalanan teramat lancar walau bus cukup padat. Nah, perjalanan Surabaya-Solo inilah yang membuat saya menggumam: aselole tenaaan.. Bagaimana tidak? Kami naik bus favorit Sumber Rahayu. Ia adalah salah satu 'anak' dari PO Sumber Group yang terkenal dengan kecepatannya. Naik bus ini serasa naik pesawat ulang-alik: gorden melambai-lambai, tas-tas bergeser-geser (otak-pun demikian), kening mencium bangku. Bahkan, ketika pukul 03.50 WIB kami sampai di Terminal Tirtonadi, Solo, rasanya benar-benar jetlag. Kaki saya bahkan membentuk huruf O seperti orang kena polio. Selanjutnya, perjalanan dilanjut dengan bus lokal ke Wonogiri hingga akhirnya kami datang dengan selamat pukul 06.30 WIB. 
    Tanggal 2 Juli tidak ada agenda pengamatan yang merujuk pada Waduk Gajahmungkur. Strix membawa saya (sesuai rencana) ke Gunung Munyuk pada sore hari. Gunung yang tersusun oleh batu ini merupakan salah satu bagian gugusan pegunungan yang menjadi areal pertambangan batu milik rakyat. Hampir tidak ada burung yang secara kualitas menarik di sana. Kami mulai membicarakan bahwa kabarnya, waktu-waktu seperti ini bukan merupakan musim yang baik untuk birding. Walau demikian, kami sempat melihat atraksi udara antara Elang Ular Bido yang 'dihajar' oleh 5 ekor Kekep Babi setelah melanggar wilayah kedaulatan mereka. 
    Tanggal 3 Juli, setelah kami menghimpun logistik, kami berangkat ke Waduk Gajahmungkur yang tersohor itu. Rencananya, kami akan berkemah di salah satu spot pengamatan ala Strix dalam dua hari 1 malam. Perjalanannya membutuhkan waktu 1,5-2 jam dengan melewati kampung-kampung. Satu kampung yang menurut saya mengesankan adalah yang bernama Pogoh. Kampung ini terletak tepat di tepi barat Waduk Gajahmungkur. Begitu terkesannya, saya mengambarkannya dalam catatan harian saya demikian:

"Warga Pogoh pandai menata lingkungannya. Tanaman pagar ditata rapi di tiap sisi jalan. Kaum perempuan terlihat menyapu halaman. Rumah-rumah joglo berdiri dengan eloknya. Meskipun sederhana, namun semuanya nampak rapi dan bersih. Pogoh menjadi asri karena banyak tanaman dipertahankan. Hawanya menjadi sejuk, bahkan terkesan lembab, membuat jalanan yang dibuat dengan semen berlumut. Hal ini sangat kontras dengan hawa Wonogiri pada umumnya yang panas dan kering. Kearifan lokal, seperti memelihara Pohon Dhanyangan masih ada, sehingga sumber-sumber air tetap terjaga. Burung-burung pun banyak berkeliaran di antara kehidupan mereka."

   Setelah mendirikan tenda, kami segera melakukan pengamatan di sekitarnya. Alhasil, nampaknya kami membuktikan kebenaran tentang sepinya burung di musim ini. Entah apa yang menyebabkannya : musim yang tak kunjung teratur? atau peralihan musim migrasi? Entahlah... Yang jelas, kami kesepian. Namun, di balik semuanya itu, kami menemukan juga salah satu burung migran selatan, yaitu Cekakak Suci (Todirhamphus sanctus). Burung yang menurut saya aneh lagi adalah adanya Remetuk Laut (Gerygone sulphurea). Meskipun kitab SKJB menyebutnya 'umum hingga 1500 m', namun tetap saja ini kali pertama saya melihatnya di sebaran yang sangat jauh dari pantai. Waktu-waktu berikutnya, kami justru punya banyak waktu luang. Selain untuk pengamatan, motret, akhirnya Strix memiliki hobi baru, yaitu memberi makan ikan di waduk layaknya peliharaanya. Aneh memang, tapi seperti itulah efek dari musim.. otak pun menjadi tergeser-geser saat target nihil. 
    Tanggal 4 Juli, kami membongkar tenda di tengah hari. Setelah itu, kami beristirahat dan pada tanggal 5, saya kembali ke Malang. Well, hampir dipastikan catatan kami berdua tidak melebihi catatan di musim awal tahun. Namun, bagi saya, ini merupakan pengalaman yang berkesan ketika melihat warga tepian waduk yang sederhana. Kultur jawa yang masih melekat menjadi selaras dengan pemandangan dan ketenangan atmosfer air waduk ini. Dari sana, saya belajar bagaimana membayangkan warga negeri penggemar teh ini dalam menghadapi peliknya masalah. Semuanya dihadapi dengan Sak Madyo (secukupnya, tidak berlebihan). Jauh dari hiruk pikuk metropolis membuatnya tidak minder. Bahkan, dari sanalah bangkit pikiran-pikiran jernih yang menjadi embrio kesadaran akan hidup selaras dengan alam.

Monggo tehnya mas... :)

Burung: 
Gerombolan Kowak Malam Abu (Nycticorax nycticorax)

Remetuk Laut (Gerygone sulphurea)

Cekakak Suci (Todirhamphus sanctus)

Kipasan Belang (Rhipidura javanica)
 Bonus:

Pemandangan Wonogiri: gunung, hutan, dan tentu saja waduk.
Sejenak Beraktivitas di Tenangnya Air Waduk

Menikmati Malam dengan Api Unggun
Jangan Lupa Bawa Pancing karena Ikan Melimpah
Daftar Temuan:
1. Burung Gereja Erasia (Passer montanus)       
2. Walet Linci (Collocalia linchi)                         
3. Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)      
4. Bondol Peking (Lonchura punctulata)           
5. Burung Madu Sriganti (Nectarinia jugularis)  
6. Cabai Jawa (Dicaeum trochileum)                  
7. Cuca Kutilang (Pycnonotus aurigaster)          
8. Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier)       
9. Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)          
10.Bubut Alang-alang (Centropus bengalensis)   
11. Cekakak Jawa (Halycon cyanoventris)         
12. Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris)      
13. Cekakak Suci (Todirhamphus sanctus)        
14. Cinenen Jawa (Orthotomus sepium)             
15. Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius)
16. Perenjak Jawa (Prinia familiaris)
17. Perenjak Padi (Prinia inornata)
18. Kipasan Belang (Rhipidura javanica)
19. Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus)
20. Cipoh Kacat (Aegithina tiphia)
21. Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis)
22. Caladi Ulam (Dendrocopos macei)
23. Sepah Kecil (Pericrocotus cinnamomeus)
24. Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nyticorax)
25. Kowak Malam Merah (Nyticorax caledonicus)
26. Layang-layang Batu (Hirundo tahitica)
27. Gagak Kampung (Corvus macrorhynchos)
28. Blekok Sawah (Ardeola spceiosa)
29. Kuntul Kecil (Egretta garzetta)
30. Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis)
31. Cangak Merah (Ardea purpurea)
32. Cangak Abu (Ardea cinerea)
33. Kekep Babi (Artamus leucorhynchus)
34. Elang Ular Bido (Spilornis cheela)


2 komentar:

  1. Ternyata burung itu gak cuma yang sering disebut oleh orang2 disekitar, jenisnya beragam dan itu hanya di satu tempat. Amazing !!!
    Keep posting mas :) Gbu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uyee mbak broo...
      tambah kenal mahkluk hidup di sekitar kita, tambah kenal dengan hebatnya Sang Pencipta :)

      Hapus